Mencoba Merasakan Rasa

Suatu waktu saya menonton sebuah video kiriman seorang teman. Video ini, dasarnya dari sebuah tayangan stasiun televisi swasta, mengenai kasus penistaan agama. Isi dari video itu adalah ungkapan ustadz Abdullah Gymnastiar yang juga diundang dalam acara tersebut, mengenai mengapa orang merasa harus melakukan demo terkait penistaan agama. Hal penting yang dapat saya tangkap dari ungkapan itu adalah mengenai rasa. Ada sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang yang mempertanyakan mengapa atas kasus ini lahir demo. Hajatan demo juga berlangsung luar biasa, walau di ujung ada sedikit insiden, yang konon insiden inilah yang kemudian dijadikan dan ditayang berulang-ulang oleh televisi tertentu hanya untuk menggambarkan demo itu sebagai sesuatu yang tidak selaras dengan tujuan. Ada televisi berita yang mengaduk-aduk prasangka. Tidak terlihat jelas yang mana mewakili fakta dan yang mana untuk kepentingan kekuatan politiknya.

Soal rasa yang diungkapkan Aa Gym, nyatanya bertolak belakang dengan mereka yang disebut cendikiawan yang juga hadir, namun berperasaan sebaliknya. Tipe yang satu lagi itu, hadir hanya untuk membela para penista agama. Apakah pembela itu tidak memiliki kepentingan dengan pihak yang dibela? Itu hanya bisa dijawab inilah masing-masing. Di berbagai grup diskusi dan dunia maya, mengalir sejumlah foto yang terlihat betapa mesranya mereka yang membela dengan pihak yang dibela. Hanya sekecil itu mungkin kepentingannya, sehingga mereka sudah tidak bisa membedakan lagi bagaimana yang namanya rasa itu. Parahnya lagi, orang yang demikian tidak mau tahu bagaimana rasa yang dipunyai oleh orang lain. Lalu apa jadinya ketika apa yang disebut cendikiawan itu, sudah tidak bisa merasakan sesuatu yang menjadi rasa dari umat? Maka jawaban singkatnya adalah berhenti saja dari cendikia.

Namun masalahnya ternyata tidak sampai di sana. Seseorang yang disebut cendikia itu, ada banyak corak. Ada cendikia yang terbentuk sendiri oleh batin orang-orang yang merasakan manfaat dari kecendiakawannya itu. Akan tetapi tidak sedikit, ada cendikiawan, yang posisi cendikiawannya itu dibentuk oleh pihak tertentu. Tujuannya sangat berjangka panjang dan strategis. Melalui lidah orang-orang yang demikianlah, lalu kepentingan-kepentingan yang bertolak belakang dengan rasa umat disuarakan. Tidak malu berbeda pendepat dengan umat pada posisi yang kemungkinan benarnya itu sangat besar. Ketika banyak orang bersaksi dengan saksi tertentu, model yang begini akan muncul (atau dimunculkan) untuk memberi kesaksian yang berbeda.

Sekali lagi, tipe ini sudah membutakan hatinya untuk merasakan apa yang disebut rasa dari batin umat. Rasa yang telah menggerakkan mereka untuk menuntut keadilan. Sedangkan mereka yang membela, tidak jarang memiliki kepentingan besar yang disembunyikan di hadapan orang banyak. Namun percayalah, apa yang disembunyikan itu, suatu saat akan terang-benderang dan membuatnya terhina.

Diterbitkan oleh kupiluho Sulaiman Tripa

Kolom ini, dalam 400 kata perhari, sebagai ruang belajar, dengan segenap kelemahan. sebagaimana namanya, kupiluho, mudah-mudahan bisa menjadi stimulus siang bagi Anda, Pembaca.

Tinggalkan komentar