Perjalanan dan Pengalaman Studi

Pengalaman saya selama menjalani studi, di kota lain, saya beberapa kali bolak-balik dalam setahun. Rata-rata sampai tiga atau empat kali. Untuk kepentingan studi, mungkin kebutuhan dana untuk kepentingan bolak-balik itu juga tidak sedikit. Makanya sejumlah orang ketika disarankan untuk segera melanjutkan pendidikan, pertimbangan kebutuhan dana yang besar menjadi salah satunya. Memang ada sejumlah lembaga yang menyediakan dana untuk beasiswa, namun tipe masing-masing lembaga itu berbeda-beda. Ada lembaga yang memberi sekaligus, ada juga yang memberi menjelang akhir tahun. Sejumlah lembaga memberinya langsung setiap bulan. Saya tidak bisa menjawab mengapa ada perbedaan tersebut. Jika sangat ingin mengetahui, saya kira harus dipertanyakan kepada lembaga yang bersangkutan.

Alasan demikian yang membuat orang memperhitungkan matang-matang untuk berangkat. Apalagi mereka yang tidak memiliki simpanan yang cukup. Simpanan dibutuhkan karena untuk berangkat studi, tidak mungkin tidak memiliki apa-apa atau mengandalkan pada sejumlah beasiswa. Kita tidak tahu cobaan dan kemudahaan yang akan hadir di depan kita masing-masing.

Begitulah perkiraan. Kepentingan saya bolak-balik juga berbeda-beda. Ada yang memang kepentingan penelitian, juga ada kepentingan keluarga. Bahkan ada hal tertentu di luar dugaan yang membuat saya harus pulang. Kondisi semacam ini juga harus selalu ada catatan kaki mereka yang akan studi. Akan tetapi lupakanlah. Saya ingin membagi pengalaman mengenai apa yang saya bawa setiap saya pulang tersebut. Karena teman saya banyak, maka kebutuhan bawaan juga banyak, sedangkan pada saat yang sama, saya tidak memiliki dana yang besar setiap saya pulang. Maka saya pilih barang-barang yang bisa menjawab kenyataan ini. Cara yang saya lakukan adalah membeli barang-barang yang berharga tidak mahal, namun ia menjadi sangat khas dari daerah saya. Pilihannya sering pada kopi atau makanan ringan. Saya perkirakan dengan jumlah teman yang banyak, masing-masing akan mendapatkan satu bungkus.

Alhamdulillah selama ini tidak masalah. Setiap saya pulang, saya membawa masing-masing satu bungkus hadiah. Tentu, hadiah yang sederhana. Namun yang terjadi bagi saya dan keluarga di luar dugaan. Orang-orang yang menerima hadiah menghormatinya secara luar biasa. Kenyataan ini dahsyat. Barang yang saya bawa tidak seberapa, ternyata bagi yang menerima berbeda halnya. Mereka menganggap ada sesuatu yang luar biasa ketika menerima sesuatu hadiah dari orang lain.

Seorang tua mengingatkan saya untuk selalu mengingat orang lain bukan pada harga, melainkan pada nilainya. Nah, di sini saya sudah mulai bertanya-tanya, ternyata harga dan nilai bisa ditempatkan secara berbeda. Lalu saya membuka kamus bahasa, di dalamnya menjelaskan tidak terlalu berbeda antara kedua kata itu. Harga memiliki empat makna: (1) nilai barang yang ditentukan atau dirupakan dengan uang; (2) jumlah uang atau alat tukar lain yang senilai, yang harus dibayarkan untuk produk atau jasa, pada waktu tertentu dan di pasar tertentu; (3) kehormatan; (4) guna (arti, kepentingan, kabar, dsb). Sedangkan nilai memiliki enam makna: (1) harga (dalam arti taksiran harga); (2) harga uang; (3) angka kepandaian; biji; ponten; (4) banyak sedikitnya isi; kadar; mutu; (5) sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan; (6) sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya.

Seorang tua tadi, membagi rumus cara untuk membedakan antara kedua kata yang hampir tidak berbeda itu. Pernah Anda lihat antara ponten dengan angka rapor? Ia tanya demikian. Tentu saya pernah melihat dan mengalaminya. Nah, ponten itu nilai, sedangkan angka rapor itu harga. Seseorang membawa sesuatu dengan harga yang murah, bukan berarti setara dengan nilainya. Silakan tafsir sendiri.

Diterbitkan oleh kupiluho Sulaiman Tripa

Kolom ini, dalam 400 kata perhari, sebagai ruang belajar, dengan segenap kelemahan. sebagaimana namanya, kupiluho, mudah-mudahan bisa menjadi stimulus siang bagi Anda, Pembaca.

Tinggalkan komentar